Sound Check, vol. 13 with Fuzzy, I

By: Claudia Siregar |

Band neo-punk asal Bandung Fuzzy, I kembali dengan tiga single baru mereka setelah mengalami perubahan gaya musik yang cukup signifikan dan rilisnya EP mereka “Transit” di tahun 2019 lalu. Minggu lalu editor Claudia Siregar mendapatkan kesempatan untuk mewawancarai Fuzzy, I tentang proses kreatif, single baru mereka, evolusi musik, near death experience, dan banyak hal seru lainnya. Simak interviewnya berikut ini.

Halo Fuzzy, I, kami dari Speedofsound Magazine. Untuk masing-masing member apakah sekarang ada lagu yang lagi stuck di kepala lo? Lagu apa kalau ada?
Alyuadi: Hello Speed Of Sound. Thanks for having us! Lagi belum ada yang stuck karena informasi terlalu cepat hilir mudik.
Egi: Heals’ new song
Dissa: Constellation – Szun Waves
Dawan: Asep Sunandar Sunarya – Mataram and Salendro
Fatzky: Out Hud – Put It Away, Put It Away, Put It Away Dad

Evolusi sound kalian bisa dibilang lumayan seru. Waktu awal-awal (di album Neonato) sound kalian lebih ke arah noise rock, tapi sekarang sound kalian lebih ke arah post punk dan darkwave-influenced. Bisa cerita gimana perjalanan evolusi sound kalian dari noise ke post punk dan darkwave? Apa yang memengaruhi evolusi sound kalian selama ini (selain pergantian personil)?
Egi: Ada titik dimana saya merasa energi “Neonato” sudah tidak lagi sesuai dengan keadaan saya pada waktu itu. Dari situ muncul lah interaksi hingga ‘berpindah’ ke bentuk yang baru. Post-punk/Darkwave? Terimakasih telah mendaftarkan musik kami kedalam sebuah kategori.
Fatzky: Internet, you name it.

Cerita sedikit dong tentang proses kreatif kalian (pembuatan lagu, produksi, dll). Terutama untuk rilisan kalian yang baru-baru.
Alyuadi: Menyenangkan, sangat menginspirasi, menemukan banyak hal baru.
Egi: Kami telah menempuh banyak cara baru guna dapat menemukan jenis-jenis baru yang bisa kami ciptakan terutama dalam proses rekaman. Dari semua proses yang sudah dijalani, part terseru adalah ketika kami berdialog melalui instrumen masing-masing secara spontan tanpa terlalu mengendalikan akan kemana arah musik nya.
Dawan: Serunya melatih spontanitas pikiran, mood, kreatifitas tanpa ada persiapan sebelumnya.
Fatzky: Let it flow, let it go.

Beberapa dari kalian ada yang main di band lain (Sociomess, Heals, Polyester Embassy, Rock N Roll Mafia dll). Kira-kira seberapa berpengaruh karya kalian di band lain ke karya kalian sebagai Fuzzy, I?
Alyuadi: Somehow pasti berpengaruh, karena kalau bicara tentang karya yang utuh disitu ada banyak sekali unsur-unsur/metode yang kita gunakan dalam mengkonstruksi sebuah karya yang kadang secara impulsif sulit kita lepaskan. Tapi kalo ngomongin keinginan pribadi, saya pasti pengen meminimalisir pengaruh dari setiap band atau proyek musik lain.
Egi: Mmm..gatau juga nih tepatnya berapa persen pengaruhnya, tapi saya merasa sangat nyaman ketika Fuzzy, I dan Sociomess dapat saling mengisi kebutuhan saya dalam berekspresi.
Dissa: Ga ngaruh.
Dawan: Ga begitu sih soalnya baru di Fuzzy, I betul-betul diberi ruang bebas untuk bermain musik.
Fatzky: No, not at all.

Kalian baru bergabung dengan label rekaman 630Recs tahun lalu. Gimana rasanya akhirnya bisa bergabung dengan label yang punya Eleventwelfth & berhasil membawa nama-nama besar seperti Turnover & American Football?
Alyuadi: Kami merasa lebih Indie dari sebelumnya.
Egi: Merasa ter-wadah-i aja sih.
Fatzky: We are friends, jablay connection. So why not?

Cerita dong tentang musical influence kalian masing-masing – tapi yang di luar musik punk.
Alyuadi: Saya tumbuh dicekoki Genesis, David Foster, dan Sting, mencari jati diri mendengarkan The Moffatts, gitaris The Moffatts (Scott) mengidolakan Kurt Cobain, saya terpaksa mendengar Nirvana, melewati remaja dengan 00s Emo, meladeni kesotoyan dengan Grindcore/Mathcore, berhadapan dengan realitas ditemani Alternative Rock hingga sekarang yang sudah tidak terdefinisikan.
Egi: Pokoknya sewaktu kecil, melahap apa yang tersedia, cekokan dari bapak saya mulai dari Dewa 19 sampai dengan Red Hot Chilli Peppers. Era SD dan SMP, mulai ingin nyoba gaulin Emo dan Death Metal. Barulah pada jaman SMA saya dikenalin sama Meshuggah, Zach Hill, John Zorn, sama si Aldi tuh, di fase inilah yang sangat membentuk pandangan saya terhadap ‘musik seperti apa yang mesti saya bikin’, ya seperti nemu arah yang ingin ditempuh gitu lah dalam main/menyukai musik. Gitu pokoknya, silakan dipilih aja mana yang punk dan mana yang diluar punk dari cerita tadi.
Dissa: Music from film.
Dawan: Sebenernya saya pribadi ga terlalu dengerin punk juga sih sekarang sekarang lebih pengen ngalir aja gitu pas proses di Fuzzy, I ini.
Fatzky: Lagi rajin party gue, sekitaran situ deh.

EP kalian Transit dirilis di tengah-tengah Neonato (era noise) & tiga single baru kalian Nozzle, Neue Balans, dan Holy Scent (era post punk/darkwave). Ini memang disengaja sebagai transit pergantian sound (sesuai judulnya) atau gimana? Persepsi kalian sendiri terhadap EP Transit ini gimana?
Alyuadi: Tepat sekali.
Egi: Iya memang disengaja.
Dissa: It’s Transit for Transition. Obvious enough, I guess.
Dawan: Transit memang seperti nasib yang mengubah musik kita dan personil di Fuzzy, I nya sendiri.
Fatzky: Obviously obvious.

Skena musik di Bandung lumayan dipadati band-band yang sering manggung bareng walaupun gaya musiknya beda-beda. Apakah ekosistem musik Bandung memengaruhi karya kalian? Kalau iya, bagaimana pengaruhnya?
Alyuadi: –
Egi: Mmm..entahlah kalo pertanyaannya ekosistem musik “Bandung” secara umum. Tapi ada pengalaman unik ketika saya mendengarkan beberapa band dari Bandung seperti GAUNG misalnya, rasanya ingin menemani mereka dengan membuat karya musik dengan tingkat ‘keberanian’ yang serupa.
Dissa: Not really.
Dawan: Sangat berpengaruh, kita jenuh dengan skena musik Bandung yang saat ini sedang hiatus dan terkontaminasi dengan luaran Bandung.
Fatzky: No, not at all (2)

Waktu kalian merilis Nozzle, kalian menginterview beberapa teman kalian di story tentang persepsi mereka soal Nozzle. Kalau dari kalian sendiri – masing-masing member – interpretasi lo pada soal Nozzle gimana sih?
Alyuadi: Psychotic-Jam
Egi: Transgressive-art
Dissa: Over-Processed & Raw
Dawan: Hmm, jamming more precisely.
Fatzky: This is our work, welcome.

Masih berkaitan dengan pertanyaan yang tadi – menurut kalian peran kalian sebagai musisi sejauh apa dalam membentuk persepsi pendengar? Kalian lebih memposisikan diri kalian sebagai “guide” pendengar, atau kalian percaya kalau interpretasi itu sepenuhnya punya pendengar dan bukan pembuat lagunya?
Alyuadi: Kalo Fuzzy, I sih lebih ke memberi privilege penuh ke pendengar untuk menginterpretasi, tapi kalo saya lihat kondisinya dimanapun malah lebih banyak pendengar yang lebih suka untuk di-guide hahaha.
Egi: Proses nya selalu seperti ini: kami memposisikan diri untuk sangat mendengarkan naluri kami masing-masing ingin membuat musik seperti apa, ketika lagu nya sudah tersebar keluar sana, otak kami sudah ada di imajinasi tentang lagu selanjutnya akan seperti apa. Kalo saya pribadi sih menaruh kepedulian yang cukup rendah soal bagaimana musik kami akan diterima oleh pendengar.
Dissa: Once the song is released, they’re not really mine anymore. It belongs to everyone. People can have different perceptions and their own exclusive pleasure of listening to our music.
Dawan: Ya kita buat lagu ya buat aja. Jangankan buat pendengar luar, untuk didalam kita aja terkadang kaget mendengar lagu kita sendiri ketika lagu itu selesai dikerjakan.
Fatzky: Everyone has the same rights out there.

Menurut kalian sebagai band yang pernah menjalani evolusi sound yang lumayan ekstensif, lebih penting untuk seseorang musisi mencari “karakter”/ciri khasnya sendiri atau lebih penting untuk musisi meng-explore semua jenis sound & beradaptasi dengan zaman?
Alyuadi: Both are important. Because in the end karakter/ciri khas akan muncul dengan sendirinya mau sejauh apa kita bereksplorasi pun.
Egi: You really need a lot of emptiness.
Dissa: Semuanya penting.
Dawan: Kita lebih tepatnya mengexplore mood kita dengan lingkungan sekitar, jadi sound dan yang lain lain itu mengikut kepada mood saat itu juga kita rekaman.
Fatzky: Let it flow, as you can be. Trust your bandmates more.

Menurut kalian, punk sebagai genre itu soundnya akan berevolusi dan berubah terus seiring waktu gak? Apa masih banyak yang bisa di explore untuk genre ini, mengingat ada pihak-pihak yang menganggap rock sebagai genre kurang relevan & gak bisa di explore lagi?
Alyuadi: Jawabannya ada di tangan orang/pihak yang memiliki visi besar terhadap term/genre Punk tersebut, kalau ternyata orang tersebut tidak ada, mungkin nasibnya akan seperti Rock yang disebutkan diatas. Kalo dari sudut pandang saya yang kurang bervisi sih ngeliat perkembangan sekarang, secara kultur dan musik mereka masih terus berkembang.
Egi: Edan.
Dissa: Maybe, I don’t really know. I’m not good with genres.
Dawan: Hhhmmm sebenarnya sih kita tidak men-genrekan musik kita itu punk, dan untuk kurang relevan atau gabisa di explore sih. Nanti aja denger Ions.
Fatzky: Genre juga siape yg nentuin gatau, mau punk mau apa kek jalanin aja senyaman elo sama band elo.

Kalian sempat mengalami near death experience waktu tour pertama kalian dengan Lamebrain. Pengalaman ini seberapa berpengaruh sih ke karya kalian sebagai band yang berhasil melewati near death experience bareng-bareng?
Egi: 0%
Dissa: …………….
Dawan: Gatau, saya belum ada pada saat itu.
Fatzky: Ke karya sih ga ada sama sekali, jadi cerita aja.

Artwork EP-EP dan single-single kalian kebanyakan condong ke arah surealisme, terutama artwork nya Neue Balans dan Transit. Ada alasan kah di balik ini? Kenapa surealisme?
Alyuadi: Sebenarnya ada artinya, cuma memang mungkin menurut kami/saya ga akan artsy kalo ga surreal.
Egi: Sekali lagi terimakasih telah mendaftarkan karya kami kedalam sebuah kategori. Proses berpikir kami cukup intens dan visi masing-masing dari kami yang berbeda-beda sebisa mungkin tetap terwadahi dengan baik disini. (mungkin ini yang membuat artwork nya surreal) Ketika ide dari sektor audio telah tercipta, seketika respon secara visual nya pun tercipta. Begitupun sebaliknya.
Dissa: It defines our music.
Fatzky: ………………….

Ada gak rilisan musik lokal yang akhir-akhir ini keluar yang menurut kalian cukup berpengaruh ke single-single baru kalian?
Egi: Mungkin sebaliknya.
Dissa: No.
Dawan: mmmmmmm
Fatzky: Nope.

Tiga single terakhir yang kalian keluarkan (Nozzle, Neue Balans, Holy Scent) baru setengah dari EP baru kalian. Bisa cerita sedikit tentang konsep dari EP baru kalian ini gimana?
Egi: transitIONS
Dissa: It’s an album, it’s called IONS.
Dawan: Gabisa dijelasin sih, karena kita nggak buat EP tapi IONS. Sekian.
Fatzky: Baru sepertiga album, an album called IONS.

Jangan lupa tonton Fuzzy, I di Panhead Radio Dalam Sabtu ini – tiket bisa dibeli disini.

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s